Part 1
Ketika aku bermain di dalam kamar, terdengar
suara sebuah benda aneh. Ku coba melihatnya dari jendela, suara itu dari dalam
mobil. Sebuah mobil merah menyala yang sedang melewati rumahku dan berhenti
tepat di depan rumah kosong yang tak berpenghuni samping rumahku. Bergegaslah
aku turun dan langsung bertanya ke ibu, “Bu, siapa orang yang datang ke rumah
kosong itu?”, “itu hanya anak dari almarhum yang dulu punya rumah” jawab ibu
dengan lembut. “Kenapa ia kemari bu?”, “entahlah Ra, ibu juga nggak tahu”, ibu
pun tak mengetahui jelas siapa orang itu dan mengapa ia kemari. Aku semakin
penasaran, kucoba dekati pintu dan perlahan aku mulai mengintip orang itu. Dia
seorang perempuan yang sangat tinggi, menurutku tingginya sekitar 200 cm. Entah
mengapa dia memasukan barang-barangnya dengan menunduk. Mukanya ditutup dengan
menggunakan masker hitam. Dia mengenakan sebuah jas hitam, dan berpenampilan
seperti seorang penyihir. Siapa sebenarnya orang itu? Rasanya dia bukan seorang
manusia, aku harus menyelidikinya!
Perasaanku
mulai tidak enak, ibuku pernah bercerita kalau orang itu selalu
berpindah-pindah tempat setiap bulannya. Penyebab orang itu pindah, tak seorang
pun yang tahu. Orang itu tak pernah keluar rumah dan tak pernah menyapa para
tetangga. Bahkan menjamu ke rumahku pun dia tak pernah. Beberapa hari kemudian
seorang temanku atau bisa dibilang tetangga dekatku meninggal, kata orang
tuanya dia meninggal secara mengenaskan dengan kedua tangannya hilang. Esoknya
anak tetanggaku yang masih bayi hilang, dan sorenya bayi itu ditemukan di bawah
tempat tidurnya dalam keadaan tak bernyawa dengan dilumuri darah segar. Aku mulai takut, dalam seminggu ini ada 5 anak
yang meninggal dengan mengenaskan dan semua korbannya adalah anak-anak. Cara
meninggalnya berbeda-beda, yang paling parah adalah anak yang otak dan
jantungnya hilang tanpa luka sedikit pun di tubuhnya. Ibuku melarangku untuk tidak keluar rumah
untuk beberapa minggu ini, ibuku takut hal itu terjadi padaku. Para polisi sudah menyelidiki peristiwa itu dan
juga sudah memeriksa rumah orang itu, tetapi setelah memeriksa rumah orang itu
para polisi seperti hilang akal. Semakin yakin aku jika para polisi itu dicuci
otaknya. Aku mulai mencurigai orang itu, dia tak pernah muncul ke rumah
tetangga yang saat itu ada musibah.
Ketika
aku pulang dari sekolah , aku mendengar suara anak menjerit. Ku ikuti arah
suara itu, tapi setelah suara jeritan tadi tak terdengar jeritan lainnya. Aku berhenti di sebuah lorong
kecil dan kutemukan sebuah gubuk kecil, “jangan..!” terdengar jeritan lagi. Aku
semakin penasaran, ada sebuah lubang kecil dalam pintu itu dan tanpa pikir
panjang segera aku mengintip dari lubang itu. Astaga ! aku pun langsung berlari
meninggalkan tempat itu. Dari gubuk tadi aku melihat orang itu memotong leher
temanku. Aku mulai takut, ku kunci pintu kamarku. Pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan kedua orangtuaku tak ku hiraukan. Selalu kubayangkan peristiwa
tadi, dan itu membuatku semakin takut. “Kamu kenapa Ra?, tolong jawab ayah Ra”
ayahku mulai berusaha mendobrak pintu kamarku. Kututup wajah dan badanku dengan
selimut, keringat dingin mulai jatuh
bercucuran. Beberapa saat kemudian, ayahku berhenti mendobrak pintu
kamarku. Aku sudah mulai tenang, lalu ku buka pintu kamarku. “Kamu gak apa-apa kan Ra?” tanya ayah dan ibu
sambil memeluk erat aku. “Aku gak pa pa kogh yah, Aku hanya habis berantem sama
temenku,” jawabku dengan nada ketus. Ayah dan ibuku hanya terdiam mendengar
perkataanku.
Pada
Minggu pagi aku berencana untuk memasuki rumah orang itu. Aku butuh waktu yang tepat, waktu ketika orang
itu sedang mencari mangsa. “Brrmmmp..” terdengar suara mobil orang itu, ku
intip dari jendela “benar, misi segera dilaksanakan”. Mobil itu pergi meninggalkan
rumah itu. Aku keluar dari jendela kamarku agar ayah dan ibu tidak tahu. Hanya
tas kecil yang ku bawa dan itu berisi peralatan yang akan kugunakan untuk
menyelidikinya. Ketika berada di depan pintu depannya aku mulai takut, aku
percaya aku bukan gadis yang penakut. Ku coba membuka pintunya, tapi pintu rumahnya
terkunci, tak habis akalku aku pun masuk dari pintu belakang dan kebetulan
pintunya tidak dikunci. Perlahan ku buka pintunya, rumahnya seperti rumah pada
umumnya. Setelah ku jelajahi seisi
ruangan dan ..“ternyata benar dugaanku, dia memang seorang penyihir”. Ruangan
tengah berisi buku-buku sihir dan ruangannya dibuat gelap dengan penerangan
lilin-lilin kecil. Aduh.. aku tersandung sebuah buku, “buku apa ini?” gumanku.
Ku buka buku itu, ini seperti mantra-mantra sihir. “Aku harus pergi dari sini,
sebelum aku bernasib seperti teman-temanku,” bergegas aku keluar dari tempat
itu.
0 komentar:
Posting Komentar