Selasa, 09 Oktober 2012

Akan Ku Hancurkan Penyihir Itu

Part 1


  Ketika aku bermain di dalam kamar, terdengar suara sebuah benda aneh. Ku coba melihatnya dari jendela, suara itu dari dalam mobil. Sebuah mobil merah menyala yang sedang melewati rumahku dan berhenti tepat di depan rumah kosong yang tak berpenghuni samping rumahku. Bergegaslah aku turun dan langsung bertanya ke ibu, “Bu, siapa orang yang datang ke rumah kosong itu?”, “itu hanya anak dari almarhum yang dulu punya rumah” jawab ibu dengan lembut. “Kenapa ia kemari bu?”, “entahlah Ra, ibu juga nggak tahu”, ibu pun tak mengetahui jelas siapa orang itu dan mengapa ia kemari. Aku semakin penasaran, kucoba dekati pintu dan perlahan aku mulai mengintip orang itu. Dia seorang perempuan yang sangat tinggi, menurutku tingginya sekitar 200 cm. Entah mengapa dia memasukan barang-barangnya dengan menunduk. Mukanya ditutup dengan menggunakan masker hitam. Dia mengenakan sebuah jas hitam, dan berpenampilan seperti seorang penyihir. Siapa sebenarnya orang itu? Rasanya dia bukan seorang manusia, aku harus menyelidikinya!
     Perasaanku mulai tidak enak, ibuku pernah bercerita kalau orang itu selalu berpindah-pindah tempat setiap bulannya. Penyebab orang itu pindah, tak seorang pun yang tahu. Orang itu tak pernah keluar rumah dan tak pernah menyapa para tetangga. Bahkan menjamu ke rumahku pun dia tak pernah. Beberapa hari kemudian seorang temanku atau bisa dibilang tetangga dekatku meninggal, kata orang tuanya dia meninggal secara mengenaskan dengan kedua tangannya hilang. Esoknya anak tetanggaku yang masih bayi hilang, dan sorenya bayi itu ditemukan di bawah tempat tidurnya dalam keadaan tak bernyawa dengan dilumuri darah segar.  Aku mulai takut, dalam seminggu ini ada 5 anak yang meninggal dengan mengenaskan dan semua korbannya adalah anak-anak. Cara meninggalnya berbeda-beda, yang paling parah adalah anak yang otak dan jantungnya hilang tanpa luka sedikit pun di tubuhnya.  Ibuku melarangku untuk tidak keluar rumah untuk beberapa minggu ini, ibuku takut hal itu terjadi padaku.  Para polisi sudah menyelidiki peristiwa itu dan juga sudah memeriksa rumah orang itu, tetapi setelah memeriksa rumah orang itu para polisi seperti hilang akal. Semakin yakin aku jika para polisi itu dicuci otaknya. Aku mulai mencurigai orang itu, dia tak pernah muncul ke rumah tetangga yang saat itu ada musibah.
     Ketika aku pulang dari sekolah , aku mendengar suara anak menjerit. Ku ikuti arah suara itu, tapi setelah suara jeritan tadi tak terdengar  jeritan lainnya. Aku berhenti di sebuah lorong kecil dan kutemukan sebuah gubuk kecil, “jangan..!” terdengar jeritan lagi. Aku semakin penasaran, ada sebuah lubang kecil dalam pintu itu dan tanpa pikir panjang segera aku mengintip dari lubang itu. Astaga ! aku pun langsung berlari meninggalkan tempat itu. Dari gubuk tadi aku melihat orang itu memotong leher temanku. Aku mulai takut, ku kunci pintu kamarku. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kedua orangtuaku tak ku hiraukan. Selalu kubayangkan peristiwa tadi, dan itu membuatku semakin takut. “Kamu kenapa Ra?, tolong jawab ayah Ra” ayahku mulai berusaha mendobrak pintu kamarku. Kututup wajah dan badanku dengan selimut, keringat dingin mulai jatuh  bercucuran. Beberapa saat kemudian, ayahku berhenti mendobrak pintu kamarku. Aku sudah mulai tenang, lalu ku buka pintu kamarku.  “Kamu gak apa-apa kan Ra?” tanya ayah dan ibu sambil memeluk erat aku. “Aku gak pa pa kogh yah, Aku hanya habis berantem sama temenku,” jawabku dengan nada ketus. Ayah dan ibuku hanya terdiam mendengar perkataanku.
     Pada Minggu pagi aku berencana untuk memasuki rumah orang itu. Aku  butuh waktu yang tepat, waktu ketika orang itu sedang mencari mangsa. “Brrmmmp..” terdengar suara mobil orang itu, ku intip dari jendela “benar, misi segera dilaksanakan”. Mobil itu pergi meninggalkan rumah itu. Aku keluar dari jendela kamarku agar ayah dan ibu tidak tahu. Hanya tas kecil yang ku bawa dan itu berisi peralatan yang akan kugunakan untuk menyelidikinya. Ketika berada di depan pintu depannya aku mulai takut, aku percaya aku bukan gadis yang penakut. Ku coba membuka pintunya, tapi pintu rumahnya terkunci, tak habis akalku aku pun masuk dari pintu belakang dan kebetulan pintunya tidak dikunci. Perlahan ku buka pintunya, rumahnya seperti rumah pada umumnya.  Setelah ku jelajahi seisi ruangan dan ..“ternyata benar dugaanku, dia memang seorang penyihir”. Ruangan tengah berisi buku-buku sihir dan ruangannya dibuat gelap dengan penerangan lilin-lilin kecil. Aduh.. aku tersandung sebuah buku, “buku apa ini?” gumanku. Ku buka buku itu, ini seperti mantra-mantra sihir. “Aku harus pergi dari sini, sebelum aku bernasib seperti teman-temanku,” bergegas aku keluar dari tempat itu.

0 komentar:

Posting Komentar